Makalah AIK
SEJARAH LAHIRNYA MUHAMMADIYAH
SEJARAH LAHIRNYA MUHAMMADIYAH
OLEH
MOH. DESRIYANTO. KAU
E02412009
FAKULTAS ILMU BUDAYA
JURUSAN SASTRA INGGRIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
GORONTALO
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNyalah sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tokoh Pendiri Muhammadiyah”Makalah ini sangat
bermanfaat bagi mahasiswa pada khususnya dan pembaca pada umumnya, karena
memuat mengenai Tokoh Pendiri Muhamamadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah pergerakan muslim
yang ada di Indonesia yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Olehnya itu, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen
“AIK” yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam pembuatan makalah ini
dan juga semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Namun saya menyadari bahwa apapun yang saya laksanakan tak luput dari
kekurangan, olehnya itu kami menerima saran dan kritikan yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan makalah yang selanjutnya.
Demikianlah makalah ini saya buat, semoga Allah SWT selalu mencurahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada hambaNya dan semua amal bakti kita dapat bernilai
ibadah di sisiNya.
Amin Ya Rabbil
Alamin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar
ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang bersumber dari AL Qur'an As Sunnah. Dalam
gerakannya, Muhammadiyah mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam sehingga sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.Untuk maksud dan tujuan tersebut Muhammadiyah melaksanakan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid melalui segenap usaha yang
diwujudkandalam bentuk amal usaha, program dan kegiatan.Perguruan Tinggi
Muhammadiyah merupakan salah satu amal usaha Muhammadiyah yang didirikan dan
dikembangkan untuk mendukung tercapainya maksud dan tujuan Muhammadiyah.
Gerakan dakwah Muhammadiyah akan tetap eksis
dan berkembang luas seiring dengan semakin banyak dan berkualitasnya anggota
dan sekaligus kader-kader penerus perjuangan Muhammadiyah. Karena itu upaya
untuk melahirkan, memperbanyak dan meningkatkan kualitas kader-kader
Muhammadiyah merupakan suatu keharusan bagi Muhammadiyah. Dan salah satu usaha
yang sangat efektif untuk itu adalah amal usahadalam bidang pendidikan,
tak terkecuali pendidikan tinggi. Untuk itu, upaya maksimal untuk melahirkan
kader-kader Muhammadiyah melalui proses pendidikan di lembaga pendidikan
Muhammadiyah termasuk juga Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus diupayakan
melalui berbagai usaha terutama melalui pendidikan dan pembelajaran Al Islam
dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Materi
kuliah AL Islam dan Kemuhammadiyahan ini didesain untuk mengenalkan kepada
mahasiswa ihwal gerakan Muhammadiyah dari berbagai sisinya. untuk memberi
gambaran tentang pentingnya gerakan ini materi diawali dari islaminisasi
nusantara kemudian dirangkai dengan asal usul dan makna kehadiran Muhammadiyah,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah. adapun untuk memberi gamabaran tentang gerakan Muhammadiyah,
disajikan materi-materi mulai dari Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, sebagai
gerakan keagamaan, gerakan pendidikan, gerakan social, gerakan politik, serta
nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan menjadi perhatian Muhammadiyah.
Sebagai
upaya untuk menumbuhkan minat mahasiswa untuk mengenal Muhammadiyah secara
mendalam dan menghayati nilai-nilai yang menjadi perhatian Muhammadiyah,
perkuliahan diselenggrakan dalam suasana dialogis dan terbuka.
Muhammadiyah
didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 08 Dzulhijjah 1330
bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912Miladiyah oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan nama KH.A.Dahlan.
Pada tahun itu, Ahmad Dahlan mendirikan
organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi
Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir
dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912.Dan sejak awal
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi
bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November
(18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah
kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan
perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri
berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh
seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan
atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut
Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan
(menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan
nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai
berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung
organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad
saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam
sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar
supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan
demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan
umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal
berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan
amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi
pendirinya.Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua
kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah
Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada
ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari
Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai
Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru
Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta
interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para
pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri
Kyai Dahlan.Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide
dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah
organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil
interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan
masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R.
Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai
Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut
secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar
kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri
tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama
”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai
Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton
Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat
istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah
memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia
pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban
(2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911.
Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai
Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara
informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan
pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang
didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan
”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan
di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat
di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan
ilmu-ilmu umum.
Maka
pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330
Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama
”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20
Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh
Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah”
yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18
November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan,
”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912.
Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya
(Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu
‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan
b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata
”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam
pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu
dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun
1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun
1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud
Persyarikatan ini yaitu:
·
Memajukan dan
menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,
·
dan Memajukan
dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada
lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang
sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika
umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada
ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan
ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya
untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana
yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah
(8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada
AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah
mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan
berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45
di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni
berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali
pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah
dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada
tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU
Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan
Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan
dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan
dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD
Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan
paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi
tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter
yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai
Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang
khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan
membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi
aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran
Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang
aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya
Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil
temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin
membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah,
membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan
kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam,
ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.
Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis
pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut
Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan
pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga
dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern
tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam
”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah,
yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam
“modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan
umat Islam secara umum.
Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan
yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur
dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya
berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan
dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un.Gagasan dan
pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental
dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian
melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini
dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena
Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min
Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam
memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal”
yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai
bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai
Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi
Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak
diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di
sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara
Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai
Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama
secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”,
sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan
bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002:
78) .
Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak
berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan
‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan
muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan
secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan.
Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang
tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali,
2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari
Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya
yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak
bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang
ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.
Kyai
Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t:
69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala
seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam
sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang
menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah.Selain itu, aspek aqidah dan ibadah
pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar
mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya.Karena itu, Muhammadiyah memulai
gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam
sistem kehidupan yang nyata.
Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat
mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus
mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak
taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan
menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir
teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan
tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan
hidup.Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang
sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.
Dalam
memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan
mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga
ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan):
”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya?
apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini
perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65).
Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan
pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan
mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas
pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari
pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam
menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang
juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya
Muhammadiyah ialah antara lain:
·
Umat Islam tidak
memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan
merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak
merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam
tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
·
Ketiadaan
persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah
Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
·
Kegagalan dari
sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam,
karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
·
Umat Islam
kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme;
·
dan Karena
keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta
berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat
(Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah
karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai
berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan
kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan
pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan
Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar
(H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan
gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah
bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus
mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan
Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks
amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini
tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal
yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.
Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya
terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk
memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari
kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock
(1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian
mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak
berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara
yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan
pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur.Pada permulaan
abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia
bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional
yang tangguh, Muhammadiyah.Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan
berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang
merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia
Tenggara.Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni,
Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan.Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah
piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah
sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan
keagamaan swasta yang utama di Indonesia.‘Aisyiah, organisasi wanitanya,
mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia.Pendek kata
Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara
terbesar kelima di dunia.”
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat
dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis
sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat
Indonesia yang berada dalam keterbelakangan.Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah
sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi
pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk
beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya
ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli
yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk
mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia
kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran
Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu
dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem
organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan
waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih
mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran
kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan
fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh
Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita
Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran
Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan
keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah
“mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak
akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih
mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem
organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam
pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya
“sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan
mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan
dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut
ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang
mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam
yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup.Apalagi Islam yang murni itu
sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan
sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata
kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan
“emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga
Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai
terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf
nahi munkar dan tajdid yang bersumber dari AL Qur'an As Sunnah. Dalam
gerakannya, Muhammadiyah mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam sehingga sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.Untuk maksud dan tujuan tersebut Muhammadiyah melaksanakan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid melalui segenap usaha yang
diwujudkandalam bentuk amal usaha, program dan kegiatan.Perguruan Tinggi
Muhammadiyah merupakan salah satu amal usaha Muhammadiyah yang didirikan dan
dikembangkan untuk mendukung tercapainya maksud dan tujuan Muhammadiyah.
Gerakan dakwah Muhammadiyah akan tetap eksis dan
berkembang luas seiring dengan semakin banyak dan berkualitasnya anggota dan
sekaligus kader-kader penerus perjuangan Muhammadiyah. Karena itu upaya untuk
melahirkan, memperbanyak dan meningkatkan kualitas kader-kader Muhammadiyah
merupakan suatu keharusan bagi Muhammadiyah. Dan salah satu usaha yang sangat
efektif untuk itu adalah amal usahadalam bidang pendidikan, tak
terkecuali pendidikan tinggi. Untuk itu, upaya maksimal untuk melahirkan
kader-kader Muhammadiyah melalui proses pendidikan di lembaga pendidikan
Muhammadiyah termasuk juga Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus diupayakan
melalui berbagai usaha terutama melalui pendidikan dan pembelajaran Al Islam
dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Materi kuliah AL Islam dan Kemuhammadiyahan
III ini didesain untuk mengenalkan kepada mahasiswa ihwal gerakan Muhammadiyah
dari berbagai sisinya. untuk memberi gambaran tentang pentingnya gerakan ini
materi diawali dari islaminisasi nusantara kemudian dirangkai dengan asal usul
dan makna kehadiran Muhammadiyah, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,
matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. adapun untuk memberi
gamabaran tentang gerakan Muhammadiyah, disajikan materi-materi mulai dari
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, sebagai gerakan keagamaan, gerakan
pendidikan, gerakan social, gerakan politik, serta nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dan menjadi perhatian Muhammadiyah.
Sebagai upaya untuk menumbuhkan minat mahasiswa untuk
mengenal Muhammadiyah secara mendalam dan menghayati nilai-nilai yang menjadi
perhatian Muhammadiyah, perkuliahan diselenggrakan dalam suasana dialogis dan
terbuka.
Muhammadiyah adalah
sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari
nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah
juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan
utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang
terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam
bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik.Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar
agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai
sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Lahir dengan nama Muhammad
Darwis pada tahun 1868 M bertepatan dengan 1285 H, di Kauman, Yogyakarta.
Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman seorang ulama dan
khatib terkenal di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta saat itu yang jika
diteruskan, maka garis keturunan KH. Ahmad Dahlan akan sampai ke Maulana Malik
Ibrahim seorang wali besar dan salah satu wali yang berpengaruh di antara wali
songo. Sedangkan ibunya Nyai Abu Bakar adalah putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan,
pejabat Kapengulon Kesultanan di Yogyakarta.Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy.Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia
termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali
besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor
pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan,
1991).
Adapun silsilahnya ialah
Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin
Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang
Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin
Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq
bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pendidikan agama pertama kali
ia terima langsung dari orangtuanya. Saat itu kebiasaan anak-anak kiai Kauman
adalah belajar ilmu Fiqh, Al-qur’an, tata bahasa Arab, seperti nahwu dan
sharaf, hadis dan ilmu-ilmu lainnya, mereka pun belajar pencak silat. Karena
saat itu kondisi masyarakat sekitar jika belajar di sekolah milik penjajah maka
akan dicap sebagai kafir. Maka pusat kegiatan mereka dalam menimba ilmu adalah
masjid atau surau.
Pada umur 15 tahun, beliau
pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad
Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan dan iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan
Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya
yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.
Pada umur 15 tahun, beliau
pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad
Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan
menetap selama dua tahun.Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad
Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya
sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad
Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Siti Walidah binti
Haji Fadhil seorang pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah yang kelak akan
lebih dikenal dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan yang masih saudara dari garis
ibunya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, dan Siti Zaharah. Di samping itu, KH.Ahmad Dahlan pernah pula menikahi
Nyai Abdullah, janda H. Abdullah.Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai
Munawwir Krapyak. KH.Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah.Beliau
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968:
9).
Disamping itu KH.Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah.la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH.Ahmad Dahlan juga mempunyai putera
dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah.Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi
yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal
sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang
saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di
masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan
mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam
dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara.
Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri
bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912.Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan
bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak
di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah
oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun
dari masyarakat sekitarnya.Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang
bertubi-tubi kepadanya.la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi
agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa
Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang
hendak membunuhnya.Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar.Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan
Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912,
Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum.Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan
Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.Izin itu hanya
berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di
daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi,
tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain
tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.Hal ini jelas bertentangan dengan
keinginan pemerintah Hindia Belanda.Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan
nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari
cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah
ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul
Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima
kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan
Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin
lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia.Oleh karena itu, pada tanggal
7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali
pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah
AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Sepulang
dari Mekah ia menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil seorang pahlawan
nasional dan pendiri Aisyiyah yang kelak akan lebih dikenal dengan sebutan Nyai
Ahmad Dahlan yang masih saudara dari garis ibunya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat
enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, dan Siti Zaharah. Di samping itu, KH.Ahmad Dahlan pernah pula menikahi
Nyai Abdullah, janda H. Abdullah.Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai
Munawwir Krapyak. KH.Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah.Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta
(Yunus Salam, 1968: 9).
Ahmad Dahlan adalah seorang
yang memiliki pengetahuan yang luas. Meskipun usianya baru dua puluh tahun, ia
mulai merintis jalan pembaruan di kalangan umat Islam. Misalnya, membetulkan
arah kiblat shalat pada masjid yang dipandang tidak tepat arahnya yang sesuai
dengan perhitungan menurut ilmu falakiyah yang dikuasainya.Usaha ini sempat
menimbulkan insiden yang membuat diri dan istrinya hampir saja meninggalkan
Kauman Yogyakarta selamanya.Kemudian memberikan pelajaran agama di sekolah
negeri yang saat itu tidak pernah dilakukan oleh kyai lainnya.
Ahmad Dahlan juga sangat
memperhatikan kaum dhuafa, anak yatim, dan fakir miskin agar selalu
diperhatikan dan diayomi. Hal ini selalu ia ingatkan kepada murid-muridnya agar
selalu memperhatikan dan menolong kaum dhuafa tersebut. Pernah suatu ketika
beliau memberikan pelajaran kepada murid-muridnya tentang surat Al-Ma’un.
Namun, surat Al-Ma’un ini selalu beliau ulang-ulang dalam setiap pertemuan
pengajian sehingga menimbulkan protes dari murid-muridnya. Setelah dijelaskan
lalu setelah pengajian selesai dan murid-muridnya masing-masing membawa anak
yatim dan disantuni secukupnya.
Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan
sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk
dirinya sendiri, yaitu :
“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu
ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang
pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat,
tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau
bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan
engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari
sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan
tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah
semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan
akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal
untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan
dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan
demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus
mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus
diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang
sistematis dan kolektif.
Sikap dan perilaku kiai Ahmad Dahlan
yang berhaluan modernis mulai dikenal secara luas sebagai orang muda yang
rasional dan kritis terhadap agama.Kehadirannya telah menarik perhatian
sejumlah kalangan kiai di sekitarnya dan kalangan priyayi yang terlibat
pergerakan dan pendidikan. Kiai Ahmad Dahlan muda yang selalu haus akan ilmu
pengetahuan agama tersalurkan keinginannya dengan cara berguru ngaji kepada
sejumlah kiai. Di antaranya kepada Kiai Mohammad Nur, kakak iparnya sendiri,
KH. Said, Kiai Mukhsin, Kiai Abdul Hamid di Lempuyangan, R. Ng. Sosrosugondo
(ayahanda dari Ir. Suratin tokoh sepakbola), dan R. Wedana Dwijosewoyo. Untuk
ilmu hadis ia belajar kepada Kiai Makhfudh dan Syaikh Khaiyat. Untuk ilmu falak
ia berguru kepada KH. Dahlan dari Semarang putra dari Kiai Termas yang juga
menantu Kiai Sholeh Darat dari Semarang, juga memperoleh bimbingan dari Syaikh
Mohammad Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Kiai Ahmad Dahlan selain
menjabat sebagai khatib Amin di Kapengulon, dipercaya pula untuk mengajarkan
dasar-dasar agama Islam di sekolah-sekolah negeri, seperti di sekolah guru atau
Kweekschool sering disebut Sekolah Raja di Jetis Yogyakarta; Sekolah Pamong
Praja atau Osvia (Opleidingschool Voor Inlandsch Ambtenaren) di Magelang.
Pengalaman
terlibat dalam dunia sekolah dan cita-citanya yang ingin memperbarui umat Islam
lewat perubahan pemikiran, sikap dan perilaku memutuskan bahwa ia harus segera
mendirikan sekolah agama, tetapi juga memberikan waktu bagi mata pelajaran ilmu
pengetahuan.
Seperti
kiai-kiai pada masa tersebut, sebelum Kiai Ahmad Dahlan mengimplementasikan
pemikirannya untuk mendirikan sekolah tersebut, ia melaksanakan shalat
istikharah berulang-ulang kali dan menyampaikan gagasannya ini kepada
rekan-rekannya yang aktif dalam pendidikan dan pergerakan Budi Utomo. Setelah
itu, ia bertambah yakin untuk mendirikan sekolah. Maka ia mendirikan sekolah
yang diberi nama “Sekolah Muhammadiyah” yang kemudian dikenal dengan Madrasah
Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool
Istri Muhammadiyah) yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga
mengajarkan ilmu pengetahuan umu dan huruf latin sesuai dengan keinginan
semula.
Selanjutnya guna menyebarluaskan pemikirannya tentang
pembaruan Islam di Indonesia ini dan mewujudkan perintah Allah yang selalu
ditelaahnya dan disampaikan kepada muridnya. Sepeti Surat Ali Imran [3] ayat
104 yang berbunyi:“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Maka Pada tahun 1912 atau
tepatnya pada tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad
Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Sejak awal Kiai Ahmad
Dahlan menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah
oleh Ahmad Dahlan ini ternyata selain mendapatkan dukungan dan simpati, juga
mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat
sekitarnya.Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi
kepadanya.la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam.
Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya.Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar.Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan
Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912,
Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum.Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan
Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.Izin itu hanya
berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di
daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan
Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.Hal ini jelas
bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.Untuk mengatasinya,
maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari
cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat
bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan
Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu
wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan,
1991: 33).
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin
lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia.Oleh karena itu, pada tanggal
7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam
melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi
para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin
dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali
dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).
Sampai akhir hayatnya (wafat
tahun 1923) KH.Ahmad Dahlan menjadi ketua Pusat Muhammadiyah. Dengan bendera
Muhammadiyah yang dikibarkannya sejak 1912 telah melakukan banyak pekerjaan
besar bagi kemajuan bangsa dan masa depan umat Islam. Atas jasa-jasa KH. Ahmad
Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan,
maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional
dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu
ialah sebagai berikut :
·
KH. Ahmad
Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
·
Dengan
organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan
beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
·
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam.
·
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan. (zarkasih)
D.
MATAN
(TEKS) KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
1.
Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah
adalah persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Maksud geraknya ialah,
“Da’wah Islam & amar ma'ruf nahi munkar” yang ditujukan kepada dua bidang:
perseorangan dan masyarakat. Da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar pada bidang
yang pertama terbagi kepada dua golongan: kepada yang telah Islam bersifat
pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli
murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk
memeluk agama Islam. Adapun da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar yang kedua,
ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan
mengharap keridlaan Allah semata.
Dengan
melaksanakan da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing
yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
“terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
2.
Dasar amal-usahan Muhammadiyah
Dalam
perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas
merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan usahanya atas prinsip-prinsip
yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
a.
Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
b.
Hidup manusia bermasyarakat.
c.
Mematuhi ajaran-ajaran Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu
satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat.
d.
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah
kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
e.
Ittiba' kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
f.
Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.
3. Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah
Menilik
dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun
cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman:
“Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun disegenap
bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai
Allah.
4.
Sifat-sifat Muhammadiyah:
a.
Apakah Muhammadiyah itu;
b.
Dasar amal usaha Muhammadiyah;
c.
Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah;
Maka Muhammadiyah memiliki dan wajib
memelihara sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:
a.
Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
b.
Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
c.
Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
d.
Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
e.
Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta falsafah
Negara yang sah.
f.
Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh
teladan yang baik.
g.
Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ialah dan pembangunan
sesuai dengan ajaran Islam.
h.
Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan ajaran Islam serta membela kepentingannya.
i.
Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam
memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang
diridlai Allah.
j.
Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana.
E.
PENJELASAN KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
Apakah Muhammadiyah itu?
Apa yang
dimaksud judul seperti ini tidak lain dimaksutkan untuk mengungkapkan
sesungguh-sungguhnya tentang hakikat apa dan siapa Muhammadiyah itu, untuk
mengungkap jati diri Muhammadiyah yang
sebenar-benarnya.
1.
Hakikat Muhammadiyah
Dalam
pokok bahasan Apakah Muhammadiyah itu, pertama-tama ditegaskan bahwa
muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Pada
pernyataan yang singkat ini terkandung dua pengertian yang sangat padat, yaitu
a.
Muhammadiyah sebagai suatu persyarikatan atau suatu organisasi,
Bagi
Muhammadiyah, fungsi organisasi tidak lebih dari sebuah alat perjuangan
semata-mata, yaitu alat perjuangan untuk dan demi tegaknya Islam secara hakiki.
Dengan pernyataan ini pula Muhammadiyah menegaskan kepada dunia luar bahwa
muhammadiyah bukan sama sekali sebuah mazhab, firqah ataupun sekte tersendiri
dalam Islam. Muhammadiyah adalah termaksuk golongan Salafiah serta tergolong
pula dalam alirah (firqah) Ahlus-sunnah wal jama’ah.
b.
Muhammadiyah sebagai gerakan islam (Islamic movement).
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam yaitu suatu gerakan yang lahir karena motivasi Islam.,
bergerak semata-mata karena di ilhami oleh aspirasi Islam, dan dalam
keseluruhan gerakannya adalah dalam rangka
aktualisasi ajaran Islam yang bersumber pada ajaran Al Qur’an dan As
Sunnah as Shahihah.
2.
Maksud gerakan Muhammadiyah
Maksud
gerakan Muhammadiyah iyalah dakwah Islam, amar makruf, nahi munkar. Penegasan
seperti ini jelas menggambarkan komitmen Muhammadiyah terhadap surat Ali Imron
ayat 104, ayat yang menjadi faktor utama yang menelatarbelakangi berdirinya
persyarikatan Muhammadiyah.
3.
Sasaran gerakan Muhammadiyah
Dalam
matan Kepribadian Muhammadiyah dinyatakan bahwa “maksud gerakannya ialah dakwah
islam amar makruf nahi munkar yang ditujukan pada dua bidang: perseorangan dan
masyarakat. Dari penegasan ini jelas bahwa sasaran gerakan dakwah Islam yang
dilaksanakan oleh Muhammadiyah terbagi menjadi du, yaitu:
a.
Perseorangan, yang terbagi pula menjadi dua kelompok, yaitu:
•
Orang yang sudah Islam (umat ijabah)
Dakwah
Islam bersifat tajdid, berarti pemurnian (purifikasi) dan dapat juga berarti pembaharan.
Dalam hal ini KHA. Siddiq menjelaskan bahwa makna tajdid menyasar pada tiga
maksud: a). I’adah atau pemulihan yaitu membersihkan agama islam yang tidak
murni lagi; b) Ibanah atau memisahkan,
yaitu memisahkan secara cermat oleh ahlinya, mana yang sunah dan mana yang
bid’ah; c) Ihya’ atau menghidupkan, yaitu menghidupkan ajaran-ajaran Islam yang
belum terlaksana atau terbengkalaian.
Tajdid
terhadap amal keberagaman umat ijabah meliputi bidang: a) Aqidah, yakni
kepercayaan dan keyakinan hidup (rukun iman), dalam hal ini tauhid harus
dibersihkan seperti syirik (menyekutukan Allah dari segi dzat, menyekutukan
Allah dari segi wujud dan menyekutukan dari segi sifat), Khurafat, kisah
tahayul bahwa Allah ada sebagai kekuatan gaib yang dapat menyebabkan keselamatan
seseorang dan dapat pula mendatangkan mudlarat, misalnya kuburan keramat yang
dimintai pelaris, naik pangkat dll, dan bid’ah yakni melaksanakan perbuatan
tanpa ada dasarnya.; b) Akhlak, mendidikkan
dan mendayakan sikap hidup yang mulia dan terpuji dan bersamaan dengan
hal ini menuntunkan untuk melepaskan diri dari sikap dan kebiasaan hidup yang
tercela dan menjijikan.; c) Ibadah pemurnian dari bid’ah dan taqlid; d)
Muamalah duniawiyat
•
Orang yang belum Islam (umat dakwah)
Berupa
ajakan, seruan dan panggilan yang bersifat menggembirakan, menyenangkan atau
tabsyir. Tujuannya adalah agar mereka dapat mengerti, memahami ajaran Islam
kemudian mau menerima Islam sebagai agamanya, dilakukan dengan menunjukan
mahasinul Islam (keindahan Islam) dengan keterangan-keterangan dan tingkah laku
(contoh teladan) serta tanpa paksaan.
b.
Kemasyarkatan, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan dilaksanakan
dengan musyawarah ayas dasar takwa dan mengahrap ridho Allah. Terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dasar Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah
1.
Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
Dasar
seperti ini harus menjadi ciri milik pribadi setiap warga Muhammadiyah sehingga
dapat menjadi contoh teladan dalam pembangunan dan perbaikan segara dan
masyarakat.
2.
Hidup manusia bermasyarakat
Muhammadiyah
adalah satu factor yang kuat dalam perkembangan masyarakat serta warga
Muhammadiyah merupakan anggota masyarakat yang tidak diam, akan tetapi bergerak
maju, aktif dinamis dalam membangun. Oleh karena itu gerakan Muhammadiyah harus
aktif dan menonjol ditengah-tengah masyarakat untuk memimpin atau paling tidak menjadi sosok penerang yang cemerlang.
3.
Mematuhi ajaran-ajaran Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu
satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat
Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa tidak ada dasar landasan yang dapat membahagiakan manusia
didunia kecuali dengan dasar Al Qur’an dan Al Hadis yang akan membawa
kebahagiaan manusia yang hakiki di akhirat kelak.
4.
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah
kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan
Setelah
Muhammadiyah dapat berdiri tegak dan berjalan di atas landasan Islam, barulah
kuat menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam serta mampu mengatasi
berbagai rintangan, hambatan, tantangan dan langan yang ada.
5.
Ittiba' kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
Ittiba’
atau mengikuti jejak langkah perjuangan Rosulullah SAW adalah wajib menjadi
syarat dan wajib dilakukan oleh setiap muslim, dan sesungguhnya dalam
menggerakan umat Islam kearah ittiba’ itulah hakikatnya Muhammadiyah
didirikan..
Kita wajib mencontoh sikap keteguhan Rosulullah
menghadapi penderitaan dan rintangan, kesabaran dalam duka dan derita serta
kesyukurannya dalam menerima nikmatullah. Kita harus senantiasa berusaha
memiliki sifat-sifat yang dicontohkan oleh Rosulullah.
6.
Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi
Muhammadiyah
beramal dan berjuang dalam berorganisasi yang didasrkan atas musyawarah
bersama. Emnghimpun dan mendidik kader pimpinan, mengaktifkan gerak anggota,
menentukan peraturan-peraturan untuk mencapai hasil yang jauh lebih besar dan
lebih dapat menanggulangi berbagai rintangan dan halangan karena bergerak
menggunakan organisasi.
Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah
Hukum dan
ajaran Islam wajib dipegang teguh dan dijunjung tinggi. Tujuan yang baik harus
dicapai dengan cara yang baik pula. Cita-cta yang diridhoi Allah harus dicapai
dengan cara serta usaha yang diridhai Allah jua. Dalam hal ini Rosulullah
pernah bersabda :”Siapa menyuruh berbuat baik hendaklah dengan cara yang baik
pula”.
Muhammadiyah berjuang tidak sekedar mencari
berhasilnya tujuan semata-mata, tetapi disamping itu juga dengan maksud
beribadah, berbakti kepada Allah dan berjasa kepada kemanusiaan. Muhammadiyah
berjuang dengan keyakinan bahwa kemenangan ada ditangan Allah, dan itu akan
dianugrahkan kepada siapa yang bersungguh-sungguh berjuang dengan cara yang
adil dan jujur.
Sifat Muhammadiyah
1.
Perdamaian sesama manusia dan kesejahteraan masyarakat adalah tujuan
dari perjuangan dan amal usaha Muhammadiyah. Perdamaian berarti saling harga-menghargai,
hormat-menghormati, bantu membantu tiadak saling berebut, taidak saling mencela
dan mendengki, tidak saling memaksa faham dan kehendak, bersikap toleran satu
sama lain meskipun paham dan pendirian berlainan. Oleh karena itu Muhammadiyah
tidak boleh mencela dan mendengki golongan lain; dan harus tabah dan sabar
menghadapi celaan dan kedengkian dengan tidak mengabaikan hak membela diri di
mana perlu yang harus dilakukan secara baik tanpa dipengaruhi oleh dendam.
2.
Muhammadiyah ditempat manapun juga dan dalam keadaan bagaimana pun juga
tidak boleh memencilkan diri, mengisolsasi dirinya dari keramaian perkembangan
masyarakat. Ajaran Islam telah mengatur persaudaraan orang islam dengan
emnentukan hak dan kewajibans etiap muslim terhadap sesamanya. Apa yang emnjadi
hak seseorang merupakan kewajiban orang lain (ukhuwah Islamiah. Hak dan
kewajiban tersebut ialah, bantu membantu, tolong menolong, bela membela, kasih
mengasihi, ajar mengajari, ingat mengingatkan, jamin menjamin dan jaga menjaga.
Setiap orang Muhammadiyah wajib dididik sedemikian rupa dan muhammadiyah pun
selaku organisasi dan gerekan, harus mengamalkan ukhuwah islamiah itu terhadap
orang atau golongan islam lainnya.
3.
Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
4.
Selaku gerakan agama, Muhammadiyah bersifat keagamaan dalam segala
tindakannya, sehingga mencerminkan wujud yang ideal. Lahir dari ajaran Islam
yang murni. Muhammadiyah mengutamakan objeknya kepada masyarakat, karena itu
bersifat kemasyarakatan. Dalam sifat ini kelihatan dengan jelas, bahwa
Muhammadiyah bukan partai politik dan bukan pula sekedar organisasi sosial,
tetapi suatu gerakan Islam yang akan merealisasi ajaran Islam itu agar
benar-benar bermanfaat bagi pembangunan negara material dan mental spiritual.
5.
Selaku organisai yang anggota dan pimpinanny aterdiri dari
manusia-manusia yang sadar sebagai warga Negara Hukum, Muhammadiah memandang
segala hukum, undang-undang dan peraturan-peraturan negara sebagai suatu
kenyataan yang berkekuatan hukum. Demikian Muhammadiyah menerima falsafah
Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penegrtian yang mendalam.
6.
Muhammadiyah berjuang untuk perdamaian, suka damai, memperbanyak kawan,
lapang dada, luas pandangan, sangat mengindahkan hukum dan undang-undang Negara
serta peraturan pemerintah. Muhammadiyah selaku gerakan Islam amar ma’ruf wajib
dalam pelaksanaannya dan tidak boleh ragu baik terhadap kaum dan anggotanya
sendiri, ekpada tetangga dan golongan lain, kepada lawan dan kawan, ataupun
ekpada pemerintah beserta para pemimpinnya. Seorang Muhammadiyah harus dapat
menjadi suri tauladan yang baik.
7. Muhammadiyah
perlu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mendalam tentang pertumbuhan dan
perkembangan aspek-aspek kemasyarakatan, karena tanpa pengetahuan dan
pengalaman segala usaha akan kurang berhasil atau tidak seperti yang diharpakn.
Muhammadiyah harus aktif dalam perkembangan kemasyarakatan dan berpegang teguh
kepada ajaran Islam di dalam berpandangan luas dan bersikap toleran.
8.
Ajaran Islam harus disiarkan seluas-luasnya. Ajaran Islma wajib
diamalkan. Kepentingan ajaran Islam harus dibela, sehingga Muhammadiyah
memandang bahwa kerjasama antar golongan-golongan Islam dalam hal ini adalah
wajib.
9. Muhammadiyah
selaku gerakan yang mengamalkan perintah Allah dan Rosul-Nya mempunyai ide dan
gambaran dan sifat-sifat masyarakat yang diperjuangkan untuk dicapai, yaitu
masyarakat adil makmur diridhai Allah , dimana kesejahteraan hidup serta serta
keadilan luas merata, lagi iman dan amal saleh menjadi inti dari segala
perkembangannya, maka banyaklah persamaan-persamaan dan usaha antar pemerintah
dan Muhammadiyah serta organisasi-organisasi lain yang berjuang dalam bidang
kemakmuran dan kesejahteraan. Diperlukannya kerjasama untuk mencapainya.
10.
Muhammadiyah harus memiliki sikap adil dan korektif, yaitu tidak senang
melihat sesuatu yang tidak semestinya dan ingin merubahnya kepaa yang lebih
tepat adn lebih baik, emskipun mengenai diri sendiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Muhammad Darwis dididik dalam
lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa
Arab.Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (tahun 1883), lalu
dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Makkah selama lima
tahun. Disinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
dunia islam, seperti Muhammad Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn
Taimiyah. Buah pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini kelak
kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui
Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan
(keislaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks
(Kolot). Ortodoks ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran islam, serta
stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) moral ummat islam. Oleh karena itu,
pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui dengan
gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kepada Al Qur’an dan Al
Hadits.
Pokies and Slots - Casino Guru
BalasHapusTop 10 Best 먹튀 사이트 먹튀 랭크 Casinos and Slots · Best Online 승인 전화 없는 꽁 머니 사이트 Pokies and Slots · Best Online Pokies and Slots Sites in 강원 랜드 앵벌이 Canada · Pokies · 있습니다 Casinos · 피망바카라 NONOVsky